Return to site

5 Kebiasaan orang tua yang menghasilkan perilaku buruk pada anak

· Mandidik Anak

Pertama kalinya bisa buku ini sekitaran dua tahun lalu, saat itu rekan mereferensikan buku ini, pada akhirnya jadi tertarik dan ikut-ikutan membeli, bukunya sendiri tipis, tetapi panduan tips yang di buku ini benar-benar berguna untuk saya individu, karena itu jadi ingin ikut membagikan panduan tips yang berada di buku ini.

  • Apa anda mulai berasa kesusahan mengontrol sikap anak anda?
  • Apa anda dan pasangan kerap tidak sepaham dalam mendidik anak anak?
  • Apa anak anda kerap merengek-rengek dan maksa untuk dituruti tekadnya?
  • Apa anak anda kerap berantem keduanya?
  • Apa anda kesusahan karena anak anda selalu menonton tv atau maen ps?
broken image

Bila anda menjawab ya dari salah satunya pertanyaan di atas, karena itu sebaiknya baca panduan tips di bawah ini. Berikut beberapa hal yang salah dialakukan orangtua dalam mendidik anak mereka sehingga menghasilkan perilaku yang buruk :

1. Raja yang Tidak Pernah Salah

Saat anak kita masih kecil dan belajar jalan sering tanpa menyengaja mereka menubruk bangku atau meja. Lantas mereka menangis. Biasanya, yang sudah dilakukan oleh orangtua agar tangisan anak stop dengan memukul bangku atau meja yang tanpa menyengaja mereka tubruk. Sekalian menjelaskan, "Siapakah yang nakal ya? Ini telah Papah/Mama jam bangku/mejanya…sudah cup….cup…diem ya..Pada akhirnya sang anak juga termenung.

Saat proses pukulan pada benda benda yang mereka tubruk terjadi, sebetulnya kita sudah mengajari ke anak kita jika dia tak pernah bersalah.

Yang keliru orang atau benda lain. Pertimbangan ini terus akan terikut sampai dia dewasa. Mengakibatkan, tiap dia alami satu kejadian dan terjadi satu kesalahan, karena itu yang salah atau salah ialah seseorang, dan dianya selalu betul. Karena selanjutnya, yang patut untuk dikasih peringatan ancaman, atau hukuman ialah orang yang lain tidak lakukan satu kesalahan atau kekeliruan.

Kita jadi orang tua baru mengetahui hal itu saat sang anak mulai menantang pada kita. Sikap menantang ini terjaga semenjak kecil karena tanpa sadar kita sudah mengajari tidak untuk pernah berasa bersalah.

Lalu, apa yang seharusnya kita kerjakan saat sang anak yang baru saja berjalan menubruk suatu hal hingga membuat menangis? Yang seharusnya kita kerjakan ialah ajarilah dia untuk bertanggungjawab pada sesuatu yang terjadi; ucapkanlah kepadanya (sekalian menyeka sisi yang menurut dia berasa sakit): " Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain waktu berhati-hati ya, jalannya perlahan-lahan saja dahulu agar tidak mengenai kembali."

2. Bohong Kecil

Awalannya anak-anak kita ialah anak yang selalu dengarkan kalimat orang tuanya, Kenapa? KArena mereka yakin seutuhnya ke orang tuanya. Tetapi, saat anak bergerak besar, dia tidak mengikuti pengucapan atau keinginan kita? Apa yang terjadi? Apa anak kita tidak yakin kembali dengan pengucapan atau ucapan-ucapan kita kembali?

Tanpa sadar kita jadi orang tua tiap hari kerap menipu anak untuk menghindar kemauannya. Salah satunya contoh di saat kita tergesa-gesa ke kantor pada pagi hari, anak kita minta turut atau ajak berkeliling-keliling perumahan. Apa yang kita kerjakan? Apa kita menerangkannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita cenderung pilih bohong dengan mengubah perhatian sang kecil ke arah tempat lain, kemudian kita cepat-cepat pergi? Atau yang berlebihan kita menjelaskan, "Papah/Mama cuman sesaat kok, cuman di depan saja ya, sebentaaar saja ya, Sayang." Tetapi rupanya, kita pulang malam. Contah yang lain kerap kita kerjakan saat kita sedang menyuapi makan anak kita, "Kalau maemnya sulit, kelak Papah?Mama tidak mengajak jalanan loh." Walau sebenarnya secara nalar di antara jalanan dan langkah/skema makan anak, tidak ada hubungan sama sekalipun.

Dari beberapa contah di atas, bila kita bohong enteng atau kerap kita istilahkan "berbohong kecil", efeknya rupanya besar. Anak tidak yakin kembali sama kita jadi orang tua. Anak tidak bisa membandingkan pengakuan kita yang dapat dipercayai atau mungkin tidak. karena selanjutnya, anak memandang semuanya yang disampaikan oleh orang tuanya itu selalu berbohong, anak mulai tidak mengikuti semua pengucapan kita.

Apa yang seharusnya kita kerjakan?

Berbicaralah dengan jujur ke anak. Ungkap dengan penuh kasih dan pemahaman:

"Sayang, Papah/Mama ingin ke kantor. Kamu tidak dapat turut. Tetapi kalau Papah/Mama ke kebun binatang, kamu dapat turut."

Kita tidak perlu berasa cemas dan jadi tergesa-gesa dengan kondisi ini. Tentunya memerlukan waktu lebih buat memberikan pemahaman ke anak karena umumnya mereka menangis. Anak menangis karena dia belum pahami kondisi kenapa orang tuanya selalu harus pergi pada pagi hari. Kita harus bersabar dan melakukan pemahaman ke mereka secara terus-terusan. Perlahan-lahan anak akan pahami kondisi kenapa orang tuanya selalu pergi pada pagi hari apabila pergi bekerja, anak tidak dapat turut. Kebalikannya jika pergi ke arah tempat selainnya kantor, anak tentu dibawa orang tuanya. Yakinkan kita selalu jujur dalam menjelaskan suatu hal.sebuah hal. Anak akan sanggup pahami dan mengikuti apa yang kita ucapkan.

3. Banyak Memberikan ancama

"Adik, tidak boleh naik ke atas meja! kelak jatuh dan tidak ada yang ingin membantu!"

"Tidak boleh kacaukan adik,kelak MAma/Papah geram!"

Dari segi anak pengakuan yang karakternya larang atau perintah dan dilaksanakan dengan berteriak tanpa kita bergerak dari tempat duduk atau tanpa kita hentikan satu kegiatan, pengakuan itu telah terhitung teror. Ditambah ada kalimat tambahan "….kelak Mama/Papah geram!"

Seorang anak ialah makhluk yang paling pintar dalam pelajari skema orang tuanya; ia bukan hanya dapat ketahui skema orang tuanya mendidik, tetapi bisa berbelokkan skema atau justru mengontrol skema orang tuanya. Ini terjadi jika kita kerap memakai teror dengan kalimat,tetapi kemudian tidak ada tindak lanjut atau kita telah lupa dengan ancaman-ancaman yang sempat kita katakan

Apa yang seharusnya kita kerjakan?.

Kita tak perlu berteriak-teriak semacam itu. Mendekati sang anak, hadapkan semua badan dan perhatian kita kepadanya. lihat matanya secara halus, namum tunjukkan gestur kita tidak suka dengan perlakuan yang mereka kerjakan. Sikap itu diperjelas dengan kalimat, "Sayang, Papah/Mama minta agar kamu bisa pinjamkan mainan ini pada adikmu. Papah/Mama akan semakin sayang sama kamu." Tak perlu dengan teror atau teriaka-teriakan. Atau kita juga bisa mengatakan satu pengakuan yang menerangkan satu resiko, contoh "Sayang, jika kamu tidak pinjamkan mainan in ke adikmu,Papah/Mama akan simpan mainan ini dan kalian berdua tidak dapat bermain. MAinan akan Papah/Mama mengeluarkan, jika kamu ingin pinjamkan mainan itu ke adikmu. Tepati pengakuan kita dengan perlakuan.

4. Berbicara Tidak Pas Target

Sudah pernahkah kita membentak anak dengan kalimat seperti, "Papah/Mama tidak sukai jika kamu ini/demikian!" atau "Papah/Mama tidak ingin kamu melakukan perbuatan semacam itu kembali!" Tetapi kita lupa menerangkan dengan detail dan secara baik, hal-hal atau perlakuan apa yang kita harapkan. Anak tak pernah tahu apakah yang diharapkan atai diperlukan oleh orang tuanya dalam soal berperangai. Mengakibatkan anak terus coba suatu hal yang baru. Dari beberapa eksperimen yang dilakukan, rupanya selalu disebutkan salah oleh orang tuanya. Ini menyebabkan mereka kembali untuk dengan menyengaja lakukan hal-hal yang tidak dicintai orang tuanya. Maksudnya untuk mrmbuat orang tuanya kecewa sebagia wujud kekecewaan yang dia alami (perbuatannya selalu salah di depan orangtua).

Apa yang seharusnya kita kerjakan?

Berikanlah hal-hal atau perlakuan2 yang kita harapkan atau perlukan di saat kita menyapa mereka pada sikap atau hal yang tidak kita gemari. Komnikasikan secara intens hal atau sikap yang kita harapkan atau perlukan. Dan ketika waktunya, saat mereka telah megalami dan lakukan segalanya atau sikap yang kita harapkan atau perlukan , ucapkanlah terima kasih dengan ikhlas dan penuh kasih-sayang atas semua upayanya untuk berbeda.

5. Mengutamakan pada Beberapa hal yang keliru

Rutinitas ini hampir serupa dengan rutinitas di atas. Beberapa orang tua yang kerap mengeluh mengenai anak2nya tidak kompak, sukai berkelahi. Di saat anak kita berkelahi, perhatian kita tertuju dari mereka, kita coba melerai atau bahkan juga membentak. Tetapi apa kita jadi orang tua memerhatikan mereka di saat mereka bermain dengan kompak? Kita sering menganggap tak perlu menegur mereka karena mereka sedang kompak. Pertimbangan itu salah, karena hak itu akan memacu mereka untuk berkelahi supaya dapat tarik perhatian orang tuanya,

Apa yang seharusnya kita kerjakan?

Berilah sanjungan setiap mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap mereka share dari mereka dengan kalimat simpel dan gampang dimengerti, contoh: "Nach, getho dong jika main. Yang rukun." Peluklah mereka sebagai pernyataan suka dan sayang.